Dari sekian banyak gangguan kesehatan, sakit kepala termasuk yang paling umum terjadi pada manusia. Kendati demikian, penyembuhan dari penyakit ini disinyalir masih sering kurang tepat dilakukan. Oleh banyak orang, penyembuhan sakit kepala ini hanya mengandalkan obat penghilang rasa nyeri jenis analgesik. Padahal, mengobati sakit kepala memerlukan penanganan yang lebih cermat, sehingga nyeri di kepala tidak kembali mudah menyerang. Apalagi jika frekuensi dan waktu serangan telah lama diderita oleh si penderitanya.
Menurut ilmu kedokteran nih , sakit kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak enak di kepala yang bersifat setempat atau menyeluruh dan dapat menjalar ke wajah, mata, gigi dan leher. Hal ini disebabkan karena semua struktur di kepala adalah bagian yang sangat peka terhadap rasa nyeri, kecuali otak yang tidak sensitif terhadap rasa nyeri.
“Sifat nyeri ini sangat subjektif sekali, tergantung respons dari masing-masing individu,” . Pada dasarnya, terang Qimi, nyeri kepala dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, nyeri kepala yang bersifat primer berupa migrain umum, migrain klasik, nyeri kepala cluster, dan nyeri kepala tegang otot. Umumnya, sakit kepala bersifat fungsional seperti ini dan tidak ada hubungannya dengan perubahan-perubahan organik di dalam otak. Karena otak tidak peka terhadap nyeri.
Kemudian yang kedua, nyeri kepala yang bersifat sekunder seperti nyeri kepala pascatrauma, nyeri kepala karena penyakit sistemik (anemia, hipertensi, hipotensi), nyeri kepala organik sebagai bagian pendesakan ruang otak (tumor otak, infeksi, atau perdarahan selaput otak), penyakit hidung dan penyakit mata. “Di sini, nyeri kepala sebagai alarm/peringatan dini terhadap penyakit yang mendasarinya. Sehingga tidak mudah menyepelekan karena bahayanya,” papar Qimi.
Adapun contoh nyeri kepala yang menunjukan tanda- tanda bahaya dan memerlukan evaluasi, lanjutnya, adalah nyeri kepala hebat pertama kali yang timbul mendadak, nyeri kepala yang bertambah berat selama beberapa hari dan minggu, nyeri kepala yang disertai penyakit umum seperti demam, mual, muntah dan kaku di leher, serta nyeri kepala yang disertai kelainan neurologis/saraf seperti penurunan penglihatan, rasa baal, mengantuk, dan perubahan kepribadian.
“Contoh keadaan di atas harus memerlukan penanganan yang menyeluruh dan perlu evaluasi lebih lanjut dari dokter ahli. Sehingga akan tertangani penyakit yang mendasari sakit kepala tersebut,” ungkapnya. Lebih lanjut dikatakan, menghilangkan sakit kepala bisa dilakukan dengan minum obat.Yakni obat-obatan simptomatis yang bersifat mengurangi atau menghilangkan gejala nyeri kepala yang datang dan obat-obatan profilaksis yang bersifat mencegah timbulnya sakit kepala.
Adapun contoh obat simptomatis (penghilang gejala), jelas Qimi, adalah asam asetilsalsilat, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen dan lain-lain. Jenis obat ini termasuk obat bebas paling dikenal masyarakat Indonesia yang dijual dengan berbagai merek dagang. Obat-obatan di kelompok ini sangat bermanfaat dalam penanganan sakit kepala ringan hingga moderat dan migrain.
Sebagai obat nyeri, parasetamol merupakan obat pilihan untuk mengobati sakit kepala. Namun, obat ini dianjurkan untuk tidak diminum pada penderita gangguan fungsi hati dan alergi terhadap paracetamol. Pecandu alkohol juga tidak dianjurkan minum obat ini karena mengkonsumsi parasetamol bersama alkohol dapat meningkatkan efek racun parasetamol pada hati.
Sementara obat-obatan profilaksis (pencegah gejala), lanjutnya, berfungsi untuk mencegah datangnya sakit kepala sejak awal, atau mengurangi frekuensi dan kehebatan sakit kepala. Yang termasuk obat ini di antaranya antidepresan, obat-obatan kardiovaskuler, vitamin B, yang tentunya harus di bawah pengawasan dokter,”.
0 komentar:
Posting Komentar